Tanggalkan Tongkat Usangnya,
Kaki dan Tangan Palsu Penggantinya
Penyandang tuna daksa memenuhi salah satu ruangan Panti Sosial “Wyata Guna”, Jalan Pajajaran No. 52, Bandung, Selasa (15/3). Kali ini, mereka datang dengan membawa segenap asa. Mereka yang sudah bosan dengan tongkat penopang kakinya itu, berharap di kemudian hari bisa beraktivitas lebih baik lagi seiring pemasangan kaki dan tangan palsunya itu.
Pada kesempatan itu, mereka melakukan pengukuran kaki dan tangan yang nantinya akan dibuatkan kaki dan tangan palsu. Semuanya mereka dapatkan secara cuma-cuma.
Bakti sosial ini diprakarsai Lions Clubs International Distrik 307 B – Indonesia. Kegiatan ini merupakan rangkaian acara konvensi tahunan ke-35 MD 307 yang rencanaya akan digelar pada 26 Mei mendatang di Hotel Panghegar.
Lembaga sosial yang sudah memiliki sekitar 500 member di seluruh Jawa Barat ini berisi para relawan yang peduli terhadap keberadaan mereka dengan tanpa memandang ras, agama, suku dan bangsa. Mereka mengalokasikan dana untuk pembuatan kaki dan tangan palsu bagi 100 orang. Namun, sementara hanya direalisasikan untuk 50 orang saja, terkait anggaran yang belum memadai.
Gubernur Lions Clubs International Distrik 307 B, Lita Tamzil mengatakan, pemerintah diharapkan mau bekerjasama dengan lembaga-lembaga sosial. “Pemerintah tidak mungkin bisa menjangkau semuanya. Pemerintah harus support kita,” ujarnya.
Lita mengatakan, proses pembuatan kaki dan tangan palsu ini diprediksikan memakan waktu sekitar satu bulan sejak dilakukan pengukuran ini. “Mudah-mudahan bisa sesuai target dan bisa dipakai pada saat konvensi nanti. “Klimaksnya ‘kan pada konvensi di Hotel Panghegar nanti,” kata Lita.
Sementara itu, Iyus (43), menuturkan, setelah kakinya diukur, ia ingin mempunyai kaki palsu. Dengan adanya kaki palsu, ia bisa membedakan antara menggunakan tongkat yang menopang kakinya selama ini dengan kaki palsu yang didapatnya.
Ibu asal Sumedang, Jawa Barat ini berharap, setelah memakai kaki palsu bisa membantu aktivitas dalam kesehariannya. Kegiatannya selama ini, selain ibu rumah tangga, pun berdagang.
Tongkat penopang kakinya kini sudah usang. Sejak lama ia berteman tongkat tersebut. Kesehariannya akrab dengannya. Walau dengan kehadirannya tak membantu lebih aktivitasnya, ia tetap memanfaatkannya. “Mudah-mudahan dengan kaki palsu nanti, bisa membantu saya dan bisa berjalan normal,” harap Iyus.
“Minimal anak di rumah bisa seneng kaki ibunya ada dua lagi,” ujarnya pilu. Dengan kekurangannya, ia katakan, terkadang di lingkungan keluarga pun menjadi masalah tersendiri.
Rendi Arul (14), menuturkan, selama ini ia hanya menggunakan tongkat untuk membantu nya berjalan. Bukan karena ia tak inginkan kaki palsu, ia tak punyai uang untuk itu. “Kalau pake tongkat kerasa pegel, kaku, jalan aja terganggu,” ujar bocah kelas IX SMP Muhammadiyah Bandung itu.
Rendi mengaku, meskipun ia menyandang status yang tak sama dengan teman sekolahnya yang lain, ia tetap mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas normal/umum. Walau dengan serba keterbatasan, ia tak putus asa. Ia tetap bersemangat untuk bersekolah. Rendi ingin menjadi lebih baik dan lebih berprestasi lagi dalam dunia pendidikan khususnya.
Mereka para penyandang tuna daksa menggenggam harap, kegiatan sosial serupa bisa terus berlanjut. Lembaga-lembaga sosial lainnya pun harus bisa mengikuti. Pemerintah pun harus ikut andil, ini bagian dari tanggung jawabnya. (*indragusdiman/radarbandung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar